Penembakan Polisi dan Masyarakat Anomalik
Kamis, 31 Oktober 2013 16:00 WIB
PENEMBAKAN terhadap polisi yang terjadi akhir-akhir ini sungguh
merisaukan kita semua. Polisi saja bisa ditembak, apalagi rakyat biasa.
Padahal, rasa aman adalah salah satu kebutuhan psikologis yang
fundamental bagi kehidupan masyarakat di mana pun mereka berada. Karena
itu, peristiwa penembakan terhadap seorang polisi akan berdampak pada
terganggunya ketenangan dan kedamaian hidup masyarakat.
Pada sisi lain, wibawa polisi kita juga makin merosot. Hal itu terjadi
bukan hanya karena konflik kekerasan antara polisi dan masyarakat di
sejumlah daerah, melainkan juga terkuaknya rekening gendut petinggi
kepolisian dan korupsi yang begitu besar dalam tubuh aparat kepolisian
kita. Kalau di kepolisian terjadi krisis moral, masih mungkinkah polisi
efektif menjaga keamanan hidup masyarakat?
Anehnya, pemerintah sepertinya tidak berdaya dan kemudian menyikapinya
sebagai hal yang biasa saja. Pengusutan memang dilakukan. Mereka yang
tertangkap dan terlibat diadili dan dihukum, tetapi pengadilan itu
terasa tidak berjalan sesuai harapan masyarakat. Perbaikan hanya
menyentuh permukaan sehingga peristiwa terus berulang dan tidak ada
kaitan dengan usaha perbaikan sistemnya.
Ironi kepolisian
Sebagai bangsa yang jumlah penduduknya amat besar, dengan tingkat
kemiskinan tinggi disertai kesenjangan sosial tajam, kehadiran polisi
sesungguhnya mutlak diperlukan karena kompleksitas permasalahan bangsa
yang dihadapi semakin sulit diatasi. Tanpa kehadiran polisi yang
merakyat dan berwibawa, situasi keamanan akan semakin terganggu dan
kehidupan masyarakat makin jauh dari ketenangan. Bagaimana polisi
menjaga keamanan hidup masyarakat kalau menjaga diri sendiri saja tidak
bisa?
http://uin-suka.ac.id/index.php/page/kolom/detail/26/penembakan-polisi-dan-masyarakat-anomalik
Peranan kepolisian pascareformasi semakin besar karena tentara ditarik
ke baraknya dan baru diturunkan jika keamanan negara terancam. Keamanan
rakyat diserahkan kepada polisi. Polisi pun mengisi semua penjagaan
keamanan kehidupan masyarakat yang semula diisi tentara. Maka, tentara
kehilangan lahan tambahannya sehingga penghasilannya mengecil karena
hanya mengandalkan gaji yang tidak seberapa. Hal ini menimbulkan
kecemburuan yang mudah menyulut konflik antara polisi dan tentara di
sejumlah daerah.
Bisnis keamanan adalah bisnis yang besar untuk menjaga perusahaan,
pertokoan, lalu lintas perdagangan, apalagi untuk menjaga kelangsungan
bisnis yang ilegal, seperti perjudian, pelacuran, dan perdagangan
narkoba. Para petinggi keamanan bisa memainkan peran secara formal dan
struktural, baik sebagai komisaris perusahaan maupun penanggung jawab
penjagaan keamanan formal dalam perusahaan besar. Akan tetapi, prajurit
di tingkat bawah biasanya hanya akan kebagian menjadi penjaga bisnis
ilegal di lokasi marjinal. Bisnis keamanan berlangsung diam-diam ini
tentu saja menjadi rebutan para pihak dan sekali lagi rawan konflik.
Kebingungan rakyat
Ketika polisi mengalami krisis kewibawaan dan masyarakat merasa tidak
memperoleh jaminan keamanan, mereka akan mencari jalan sendiri untuk
memenuhi rasa aman. Mereka yang bergerak di bisnis ilegal biasanya akan
mencari perlindungan dari para preman, kalau perlu dengandouble coverplus
berkolusi dengan para penguasa formal di daerah setempat. Sementara
mereka yang bergerak dalam bisnis legal ada yang mencari perlindungan
diam-diam dari aparat keamanan lain atau dengan mengikuti ritual
keagamaan dan menyandarkan diri kepada tokoh-tokoh spiritual.
Dalam konteks ada tidaknya polisi adalah sama saja, munculnya
premanisme tidak bisa dihindarkan lagi dan bahkan masyarakat kemudian
terjebak dalam tindakan premanisme. Mereka akan menyelesaikan masalah
dengan cara-cara premanisme. Kekuatan otot akan mengalahkan kekuatan
akal sehat. Akhirnya, kehidupan masyarakat mengalami anomali.
Suatu saat kebinekaan dan keanekaragaman bangsa akan diprovokasi
menjadi pemicu konflik dan bisnis keamanan pun akan dikendalikan oleh
premanisme. Akhirnya, bangsa ini akan dikoyak-koyak oleh premanisme,
baik oleh mereka yang berbaju hitam maupun berbaju putih.
print.kompas.com 28 Oktober 2013
0 komentar:
Posting Komentar